Minggu, 20 Maret 2016

Hak Ibu-Bapak Terhadap Anak Laki-laki Kandungnya

Seorang laki-laki datang kepada Rosulullah, lalu bertanya, “Wahai Rosululloh, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan sebaik-baiknya?” Sabdanya. “Ibumu”, lalu ia bertanya, “Kemudian siapa?” Sabdanya, “Ibumu,” Kemudian bertanya “Siapa lagi?” Sabdanya “Ibumu.” Kemudian ia bertanya, “Lalu siapa?” Sabdanya, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Secara khusus atau dengan sangat istimewa Islam menekankan hak ibu kepada anak laki-laki kandungnya. Mengapa terhadap anak perempuan kandungnya tidak? Karena anak perempuan dilepas setelah diperistri seseorang. Sedangkan anak laki-laki tidak bisa lepas, walaupun ia sudah beristri. Jadi pengabdian anak laki-laki kepada ibu kandungnya tidak putus. Tetapi pengabdian anak perempuan putus dan beralih kepada suaminya. Karena itu, anak laki-laki lebih terikat kepada ibunya. Sementara anak perempuan terlepas ikatan pengabdiannya kepada ibunya sendiri. Jadi, beruntunglah anak-anak perempuan karena beban mereka tidak seberat beban anak laki-laki. Laki-laki wajib membelanjai istri dan anaknya dan wajib terus memperhatikan nasib ibu kandungnya. Anak laki-laki yang dewasa, lalu menikah, ibunya lebih berkuasa terhadap dirinya dari pada istrinya. Kalau si ibu jahat, maka celakalah rumah tangga anak laki-laki kandungnya. Karena ibu lebih berhak kapada anak laki-laki kandungnya, maka anak laki-laki harus berusaha menjaga perasaan ibunya.
Demikianlah Rasulullah SAW menempatkan kedudukan seorang ibu terhadap anak laki-laki kandungnya. Maka, bagi remaja putri yang paling enak adalah cepat menjadi ibu, kelak punya hak istimewa kepada anak laki-lakinya. Jadi, lebih baik bagi para anak putri segera menikah.
Yang lebih dekat kepada ibu-bapak itu siapa? Kakak tertua, sesudah itu adik, sesudah itu paman, sesudah itu bibi, sesudah itu keponakan (anak-anak dari saudara kita), dan begitulah jenjang seterusnya. Kalu ibu masih hidup, maka orang pertama yang harus kita utamakan adalah ibu. Selesai urusan ibu, barulah urusan ayah. Kalau kita punya saudara lalu ia minta tolong, maka ia kita tolong sesudah selesai urusan orang tua kita. Begitulah urutan penanganannya yang benar menurut Islam. Kalau datang keponakan dan saudara sepupu, mana yang didahulukan? Keponakan yang didahulukan. Demikianlah jenjang kita menolong keluarga kita. Kalau begitu, kapan kita menolong orang lain? Ya, sesudah selesai kita menangani keperluan keluarga kita sendiri.
Karena itu, janganlah orang lain diberi, tetapi pamannya melarat dibiarkan. Maka haruslah diperhatikan betul-betul pertalian kerabat itu. Yang dimaksud dengan ibu-bapak dalam hadits Nabi SAW adalah ibu-bapak ke atas. Kalau ada nenek, maka nenek lebih berhak dari saudara tua. Kalau ada bapak dan nenek, maka dahulukan bapak kita. Kerena dalam pembagian warisan nenek tertutup apabila masih ada ayah. Karena itu kita harus betul-betul tau mana yang dinamakan dzawil arham dan mana yang dinamakan ahli waris ‘ashabul supaya kita bisa mempraktikan petunjuk agama dalam berbuat baik kepada kerabat atau keluarga. Seandainya terjadi status permohonan bantuan sama, yaitu lima orang paman dari pihak ayah atau ibu, maka mereka ini memperoleh perlakuan sama. Apa sebab? Karena secara hukum islam, paman dari pihak ayah berkedudukan sama kuat. Hadits di atas menerangkan bahwa hak seorang ibu terhadap anak laki-lakinya tidak pernah putus, sekalipun ibunya itu meninggal atau anak laki-laki itu meninggal. Bagaimana kalau kebutuhan istri dan kebutuhan ibu bersamaan waktunya? Bila kepentingan makan dan minum istri sudah terpenuhi, lalu istri punya keperluan lain yang tidak pokok, maka yang wajib didahulukan adalah kepentingan ibu. Demikianlah hak ibu kepada anak laki-laki kandungnya. Jadi istri harus menyadari bahwa kepentingan ibu kandung suaminya adalah kepentingan yang hampir mutlak kepada kepada si anak. Karena suami masih punya kewajiban kepada ibunya. Kalau istri tidak menyadari aturan islam seperti ini, maka si suami dan istri bisa ribut. Istri yang paham agama, ketika melihat suaminya begitu taat kepada ibu kandungnya, ia berkata, “wah, saya bersyukur kepada Allah karena suami saya tahu beragama, sehingga paling tidak saya turut masuk surga. Karena kamu berbakti kepada ibumu dan saya pun meridhoi perbuatanmu itu. Mudah-mudahan amal baikmu dapat menyinari hatiku sehingga aku menjadi hamba Allah yang shalih.”
Apakah di depan pengadilan islam ada jaminan bagi ibu menuntut anaknya jika tidak dipedulikan kepentingannya? Bisa! Karena ibu mempunyai tiga hak derajat. Ibu dapat menuntut dan datang ke pengadilan.
Ibu : “Pak hakim, saya mengajukan perkara, anak laki-laki saya mengabaikan kepentingan saya.”
Hakim : “ada apa dengan anakmu?”
Ibu : “Saya butuh uang Rp. 10.000 tetapi tidak mau memberi.”
Hakim dapat memanggil si anak dan memerintahkan kepadanya untuk memberi uang tersebut kepada ibunya. Karena itu, para istri harus menyadari kedudukan ibu yang istimewa seperti itu dihadapan anak laki-laki kandungnya. Inilah karunia Allah kepada kaum Ibu. Jadi kalau di dalam negara islam seorang ibu diperlakukan kurang wajar atau diabaikan kepentingannya oleh kepentingan istri anak laki-lakinya, maka si ibu berhak menuntut ke pengadilan.
Dalam sejarah islam terdapat kisah Alqamah. Dia sakit keras, lalu datanglah sahabat-sahabat kepada Rosulullah saw mengadu. “Ya Rosulullah, Alqamah sudah menderita sakaratul maut beberapa hari, tetapi tiada kunjung datang mautnya!” Lalu para sahabat ditanya oleh Rosulullah. “Mengapa dia begitu? Apakah dia masih punya Ibu?” Jawab para sahabat, “Masih punya ya Rosulullah!” Kemudian Rosulullah bertanya lagi “Dimana Ibunya?” para sahabat menjawab, “Ibunya di rumahnya, ya Rosulullah!” Kemudian ibunya didatangi oleh Rosulullah dan berkatalah Rosulullah kepadanya, “Bu, anak ibu sakit keras. Apakah ibu sudah mendengar?” Jawab ibu Alqamah, “Ya, saya sudah dengar.” Kemudian di depan Rosulullah Ibu itu marah, “Anak itu memang tak tau diuntung!” Rosulullah bertanya kepada ibunya, “Apakah sebenarnya yang terjadi?” jawab ibu Alqamah, “Saya pernah datang ke rumahnya, tetapi dia lebih mendengarkan panggilan istrinya dari pada panggilan saya. Karena itu, saya pulang dan saya tidak mau lagi melihat anak itu. Saya tidak ridho kepada anak itu!” Rosulullah terkejut, lalu berkata, “Bagaimana bu, kalau Alqamah itu saya bakar, supaya dapat mati?” Mendengar Rosulullah berniat membakar anaknya, maka sang ibu spontan menjerit seraya berkata, “Tidak, Ya Rosulullah! Kalau begitu saya akan datang memberi maaf kepada anak saya itu.” Ketika ibunya mau datang untuk memaafkan Alqamah, beberapa detik kemudian Alqamah meninggal dunia. Sampai sejauh itulah siksa Allah kepada anak yang tidak diridhoi ibunya.
Rosulullah mengingatkan para anak dengan sabdanya:
“Ada dua perbuatan dosa yang siksanya dipercepat di dunia ini yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada Ibu-Bapak.” (HR. Bukhari dan Tirmizi) Maksudnya orang-orang yang berani durhaka kepada ibu-bapaknya, Allah akan turunkan siksanya di dunia ini, tidak perlu menanti di alam kubur. Apakah turun menjelang sakaratul maut, atau hidupnya tidak beres, atau kalau punya anak, lalu anaknya rusak semua. Kerena itu anak laki-laki perlu memperhatikan hak ibu. Coba pikirkan dengan baik! Waktu kita kecil ibu tidak punya uang, kita minta mainan. Ibu hutang pada tetangga untuk membelikan mainan. Sekarang kita sudah dewasa, sudah bekerja, ibu kita yang sudah tua datang kepada kita di saat kitak tidak punya uang.
-“Nak, saya ini sakit. Bawalah ibu ke dokter!”
+”Bu, saya tidak punya uang!”
Jangan menjawab seperti itu kepada ibu. Kalau dulu ibu berhutang untuk membelikan mainan kita, tetapi sekarang kita berlaku seperti itu, apakah patut? Tidakkah kita merasa berdosa menolak permintaan seorang ibu untuk berobat? Sikap dan jawaban seperti itu sungguh-sungguh perbuatan durhaka kepada seorang ibu.
Kepada para istri, kalau punya suami yang masih mempunyai ibu kandung, doronglah suami untuk lebih berbakti kepada ibunya. Perbuatan semacam ini sudah merupakan perbuatan yang mendapatkan pahala dan suami juga mendapatkan pahala. Jadi jangan sampai suami berbakti, lantas sang istri menghalangi. Umpamanya ibu datang ke rumah kita minta uang Rp. 200.000, sedang dirumah tidak ada uang, lalu kita hutang untuk diberikan kepada ibu. Sang istri kemudian berkomentar “Kamu ini bagaimana tho mas? Saya minta tidak diberi, tetapi ibumu kamu beri!”. Menghadapi istri seperti itu, suami harus tegas dan berani berkata bahwa ibu kandungnya lebih berhak dari pada istrinya. Itulah sebabnya dalam mencari istri disarankan mencari wanita yang tahu agama supaya tidak terjadi malapetaka.
Dan itulah enaknya menjadi seorang ibu. Berhasil menjadi ibu berarti menjadi ratu yang tak bisa diganggu gugat kekuasaanya. Tangannya tuding sana, tuding sini kepada anak-anak laki-lakinya, kemudian si anak laki-laki harus taat. Karena itu para perempuan jangan merasa rendah diri. Justru menjadi perempuan harus berbangga karena kekuasaanya semakin hari semakin besar kalau kelak berhasil menjadi ibu dengan dikelilingi anak-anaknya yang laki-laki.


Sumber: Muhammad Thalib, 2007, Manajemen Keluarga Sakinah, Pro-U Media, hal 238-243.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan poskan komentar anda, hatur nuhun sebelumnya .. :)